Konon pada zaman dahulu terdapat
sebuah kampung yang bernama Desa Pergam. Desa tersebut terletak di Bangka Selatan
Kecamatan Air gegas. Pada saat itu kehidupan masyarakat desa pergam begitu aman
dan makmur yang dipimpin oleh seorang Gegadeng ( Kepala Desa ) dan seorang
Kepala Suku Adat. Nama Gegadengnya ialah Jaim, maka orang desa memanggilnya
gegadeng jaim. Sedangkan nama kepala suku adat yaitu Kakek Gani Ali, setelah ia
meninggal, orang – orang memanggilnya kakek seberang, mengapa ia dipanggil
kakek seberang? Ini tidak lain dikarenakan makamnya terletak di seberang
sungai.
Pada suatu tahun terjadilah
kemarau yang berkepanjangan. Dimana-mana orang susah mendapatkan air.Tanaman
penduduk banyak yang mati seperti lada,kopi,ubi dan sebagainya, akhirnya
gegedeng jaim mendatangi rumah kakek seberang atau Gani Ali.
“Assalamualaikum” ucap gegadeng
jaim
“ waalaikumsalam”, jawab kakek
seberang dan masuklah gegadengjaim dan kemudian duduklah ia diatas tikar
mengkuang. Mereka berbincang-bincang tentang bagaimana caranya mengatasi musim
kemarau ini dan krisis pangan yang terjadi.
“ Nek mane care e kek” tanya
gegadeng jaim
“ cemni untuk sementara ne kite
pegi dari kampung ne, trus kite ke sungai nyire untuk netep di sanen” jawab
kakek gani ali.
Maka keesokan harinya gegadeng
jaim mengumpulkan masyarakat di balai pertemuan desa.
“ seperadek-seperadek ku, hari ni
ku kek atok Gani ali ngajak ikak kumpul di sini untuk memecahken masalah yang
kite adep sekarang ne, untuk tu atok gani ali nek ngumong kek ikak semuin e”
kata gegadeng jaim.
Dan semua masyarakat pun terdiam
mendengar penjelasan dari kakek gani ali, maklumlah kakek gani ali merupakan
orang yang paling di hormati. Konon menurut cerita orang-orang tua dan
masyarakat di desa pergam, bahwa kakek gani ali ini tidak pernah makan garam.
Maka kekesokan harinya masyarakat
desa berangkat menuju sungai nyire yang disebutkan oleh kakek gani ali dan
mereka pun tinggal di tepi sungai tersebut, tetapi tidak selamanya sungai nyire
mampu mengalirkan air disebabkan musim kemarau yang sangat panjang, maka
terjadilah kekeringan di suangai nyire dan banyak ikan-ikan yang mati akibat
sungai yang kering, maka semakin sedihlah hati gegadeng jaim dan kakek gani
ali.
Pada suatu malam kakek gani ali
bermimpi bagaimana caranya untuk mendapatkan air, maka keesokan paginya kakek
gani ali mencerikan mimpi yang dialaminya dan mengajak penduduk desa bergotong
royong untuk mengali sumur.
“Anak cucu ku, bawa la cangkul
kek gong, kite akan gali sumur tengah-tengah lubuk sungai ne” perintah kakek
gani ali.
Mulailah seluruh penduduk desa
mengali sumur yang di pimpin oleh kakek gani ali, maka sumur pertama pun mulai
di gali oleh penduduk dan diiringi oleh bunyi gong yang dimainkan oleh kakek
gani ali.Bunyi gong tersebut sangat keras, memilukan lagi mengerikan. Sumur
pertama, kedua, ketiga dan sampai dengan sumur keenam belum juga air
didapatkan, penduduk pun mulai gelisah dan putus asa. Maka tibalah pada sumur
ketujuh yang di gali dan kakek gani ali mulai membunyikan gong terus menerus
dan sambil berdo’a kepada Allah SWT, dan tak lama kemudian seekor lele putih
dari lubang yang di gali berikut memancarkan mata air air yang sangat deras
dari lubang tersebut, tak lama kemudian kakek gani ali berseru,
” Mulai saat ini aku beserta
keturunan ku bersumpah tidak akan makan lele putih untuk selamnya”
Sampai detik ini menurut cerita
orang-orang tua di Desa Pergam yang masih ada keturunannya, apabila mereka
memakan lele putih maka mereka akan terkena kutukannya seperti kena penyakit
sasak.